Hijrah Terakhir Ku...................

Bismillah, alhmadulillah, wassholaatu wassalaamu ‘alaa rosuulillah.

Mannyyahdillaahu fahuwal muhtad, wamanyudhlil falantajidalahuu waliyyammursyida’- barang siapa yang diberi petunjuk oleh Alloh, maka dialah yang mendapat petunjuk, dan barang siapa yang Alloh sesatkan maka kamu tidak akan mendapatkan pemimpin yang dapat memberi petunjuk kepadanya. Qs-Al Kahfi:17

Segala puji bagi Alloh yang sampai saat ini masih menghendakiku untuk menghelakan nafas dengan ditemani nikmat memiliki agama ini, memberikan pahala ketika kesabaran yang dijadikan teman untuk menghadapi ujian dan ketika rasa syukur yang dijadikan teman ketika beroleh kenikmatan. Segala puji bagi-Mu yaa Robb yang memberikan kepada ku orang tua yang luar biasa yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang. Segala puji bagi-Mu yaa Robb yang telah menjadikan ahli ilmu yang rela menghabiskan masa hidupnya siang dan malam hanya untuk menimba ilmu syar’i hingga kami bisa merasakan hasil dari jeripayah mereka semua, segala puji bagi-Mu yaa Robb atas nikmat diutusnya Muhammad bin Abdullah hamba dan juga rosul-Mu yang menyampaikan risalah dan segala kebaikan dari apa yang beliau ketahui serta memurnikan agama ini dari berbagai kesyirikan. Segala puji bagi-Mu ya Alloh dan hanya engkaulah yang pantas memiliki segala pujian.

Tidak ada kata-kata yang dapat keluar dari lisanku kecuali rasa syukur dan bahkan rasa syukur itu pun hampir-hampir tidak dapat aku gambarkan dan aku ungkapkan mengingat kenikmatan yang saat ini aku dapatkan. ”mahasuci Alloh dan dengan memuji-Nya, sebanyak mahluk-Nya, keridhaan diri-Nya, seberat ’Arasy-Nya dan sebanyak tinta kalam-kalam-Nya”. Aku baru tahu bahwa hidayah itu ternyata secara umum ada dua pertama hidayatulbayaan wal irsyaad dan kedua hidaayattuttaufiq. Hidaayatulbayaan mungkin semua orang merasankannya namun tidak semua orang yang dapat memperoleh hidaayatuttaufiyq.

Beberapa hari yang lalu seorang teman mengirimkan pesan pendek padaku berisi kata-kata mutiara sehubungan dengan Idul Adha yang kemudian disusul dengan pesan-pesan selanjutnya yang kemudian berakhir dengan pesan ”kok masih pakai HP dan masih SMS-an. Itukan Bid’ah?!...” sempat panas juga sih, tapi kemudian aku hanya geleng-geleng kepala dan kutinggalkan ia, beginilah aku dulu mengatakan dan menyimpulkan sesuatu yang aku tidak memiliki ilmu terhadapnya. Dan alhamdulillah, dengan penuh pertimbangan akhirnya tulisan ini aku posting juga semoga bisa menjadi jawaban bagi mba’2, kakak-kakak, teman-teman dan adik-adik yang selama ini mungkin mencariku karena sudah kurang lebih enam bulan aku menghilang dari peredaran. Bukan karena kecewa atau lari dari tanggungjawab yang diberikan tapi aku mendapatkan sesuatu yang tidak aku dapatkan selama ini, aku tidak lagi meraba-raba atau setidaknya mendapatkan penjelasan yang buram tentang agama ini. Inilah hidaayatuttaufiq yang semoga Alloh mengistiqomahkan aku hingga akhir hayat ku.

.

Desember 2003. -gerbang menuju ”muslim sejati” menurut versi ku saat itu-
Kurang lebih sudah enam bulan aku duduk di bangku SMA, dan saat itu dua orang temanku Eka dan Sri mulai akrab dengan ku. Ternyata kami tinggal dalam satu komplek yang sama hanya bloknya berbeda mereka blok D dan aku blok F. Eka adalah salah satu anggota remaja masjid yang ada di komplek perumahanku saat itu. Suatu ketika ia menghampiriku dan mengajakku ikut dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh remaja masjid kami. Kegiatan itu mereka sebut dengan RIHLAH (jalan-jalan.red). Mereka berencana untuk melakukan rihlah ke Punti Kayu (Hutan Wisata Alam yang ada di Palembang. pen). Acaranya cukup menarik diskusi ringan, makan bersama, tukar kado dan pembagian kelompok-kelompok kecil dimana itulah yang kemudian disebut dengan kelompok halaqoh atau liqo’. Satu kelompok ada enam orang Eka dan Sri juga ada disitu. Dan saat itulah aku memulai episode terbaru dalam kehidupanku, mengenal dakwah tarbiyah Ikhwaanul Muslimin (IM).

Satu kelas dan satu komplek dengan Eka dan Sri membuat aku semakin dekat dengan mereka, pergi sekolah pulang sekolah pergi les pulang les semuanya bersama, terlebih lagi saat itu kami disatukan dalam satu kelompok kecil yang tiap minggu kami berkumpul untuk melakukan ta’lim pekanan alias Liqo’, kami akhirnya memutuskan untuk ikut dalam organisasi Rohis (Kerohanian Islam. red)  yang ada di sekolahku. Dueh... luar biasa dan menyenangkan ikut rohis (menurutku saat itu), terlebih lagi rohis di sekolahku saat itu baru terbentuk dan tentu saja benar-benar kerasa perjuangan yang dengan bangga kusebut dengan perjuangan dakwah atau Aktivis Dakwah Sekolah dengan bantuan beberapa kakak-kakak dan mba’-mba’ dari lembaga dakwah kampus UNSRI-Universitas Sriwijaya (LDK-UNSRI) yang saat itu aku begitu mengagumi mereka. Selain itu aku dan teman-temanku mulai sering ikut serangkaian kegiatan, dauroh-dauroh, ta’lim bulanan, JR, Festival Seni Islam antar sekolah dan berbagai kegiatan lainnya. Aku kerap diomelin mami (aku dan saudara-saudaraku memanggil ibuku dengan panggilan mami, bukan berarti kami anak manja) karena jarang di rumah dan terlalu sering pulang sore tapi saat itu aku tidak terlalu peduli aku sangat bahagia dengan kondisiku saat itu. Aku yang baru mendapatkan materi dengan sebuah hadist melalui jalan Abu Huroiroh Radhiyallohu anhu bahwa salah satu dari tujuh golongan yang mendapat naungan di sisi Alloh kelak di hari kiamat adalah pemuda yang tumbuh dalam peribadahan kepada Rabbnya dan aku ingin termasuk kedalam golongan tersebut.

Oktober 2005 -berpisah sejenak dengan Jama’ah Tarbiyah-
Selamat tinggal Palembang....sampai berjumpa lagi.... ditemani lambaian tangan Abah dan Mami serta seluruh teman-teman sekolah dan guru-guruku, aku bersama 21 temanku yang di dalamnya terdapat dua teman ta’lim pekananku Eka dan Sri terbang menuju negeri Jiran alias Malaysia. Ya aku memutuskan untuk mengambil praktek akhir sekolah di sana karena aku bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan, jurusan Pariwisata bidang keahlian Tata Boga -mahir masak euy-. Enam bulan aku disana, Enam bulan aku tidak Liqo’, kami bertiga ditempatkan di tempat yang berbeda alhamdulillah aku masih bersama temanku Eka dimana kami ditempatkan di Kuala Lumpur tepatnya daerah Gombak bersama dua orang lainnnya. Sedangkan satu orang lagi Sri ditempatkan di Genting High Land bersama enam belas orang lainnya, katanya sih itu kota entertaint dan pusat perjudian tapi aku hanya berharap Alloh ’Azza Wajalla menjaga temaku yang satu itu. Enam bulan kami hidup di sana, aku terpaksa menggunakan celana panjang kulot, kami tidak pernah ta’lim, tapi kami punya tugas untuk menyelesaikan satu buah buku yang kemudian harus dibuat resensinya. Itulah kemudian yang kami bahas -aku dan Eka- hampir tiap pekan dimana kelak buku tersebut aku tinggalkan dan tidak pernah aku baca walau hanya satu kata saja. Waaaaah aku kangen kampungku PALEMBANG, Mami, Ade, Mpe’mpe’nya. Maret 2006 biizdnillah akhirnya aku pulang kampung. Selamat tinggal Malaysia.

Juni 2006.  -selamat tinggal kampung Mpe’-Mpe’, kampung Melayu aku datang.......-
Selamat tinggal teman-teman ku, akhirnya aku harus hijrah ke Batam satu keluarga (aku, mami dan dua adikku). Hal ini dikarenakan semua saudara-saudaraku yang lain dan Abahku sudah di sana. Aku pun mulai adaptasi di daerah ini. Tidak ada Mpe’mpe’, Te’wan, Model, Kelempang dan kerupuk Palembang. Adasih tapi tidak enak dan jauh dari standar yang ada di Palembang. Beberapa bulan aku pun sudah masuk kampus tapi aku belum punya kelompok Liqo’, karena surat transfer-an dari MuRobbi ku di Palembang belum ku terima. Tentu saja aku kembali mengisi hari-hariku dengan kegiatan dan aktivitas yang positif dengan ikut serta dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Muslim yang ada di kampusku (walaupun sebenarnya LDK tersebut belum ter-hendle dengan baik), jarang maghrib di rumah, hampir tiap hari mami marah padaku. Tidak hanya di kampus di luar kampus aku ikut menceburkan diri.

Februari 2009. -masa-masa transisi-
Aku mulai memasuki dunia magang, aku magang di sebuah perusahaan kecil yang bergerak di bidang Konstruksi. Lingkungannya kondusif euy.... komisaris dan direkturnya orang PKS. Dan ternyata 5 orang rekanku -yang juga bagian dari tarbiyah- juga magang di sana. Pemilu Legislatif  2009 aku ikut meyodorkan diri bukan sebagai caleg tapi bantu-bantu sekalian cari amal (menurutku saat itu, di atas pemahaman yang salah). Waktuku terbagi dua pertama untuk Tugas Akhir-TA menuju wisuda dan bantu-bantu Depera (dewan pimpinan ranting) dekat tempat tinggal ku. Suatu hari dimana keesokannya merupakan jadwal sidang proposal pengajuan judul TA sore harinya sepulang dari magang dan bertemu beberapa orang teman di organisasiku, aku masih menyempatkan diri untuk mengikuti pelatihan akhir saksi untuk pemilu legislatif 2009 di Depera daerah sekitar rumahku. Jam 11.15 malam aku baru tiba di rumah, ke esokannya sebelum sidang aku muntah-muntah, yap... sidang tidak berjalan dengan lancar, aku tidak fokus serta tidak dapat menjawab pertanyaan penguji dengan baik dan hasilnya judul TA ku harus sedikit ku rubah. 


Disaat-saat itulah seorang temanku di kampus jurusan Tehnik Elektro kerap mengirimkan pesan pendek yang memintaku untuk tidak ikut meramaikan Pemilu Legislatif 2009, karena katanya hal itu adalah pestanya orang-orang Khawarij (Firqoh sesat pertama dalam islam yang menentang pemerintahan kaum muslimin) dan berbagai kata-kata lainnya, ya terserahlah apa katanya bagiku saat itu bahwa apa yang aku lakukan adalah ibadah. Temanku itu pun mulai meminjamkan majalah-majalahnya kepadaku majalah yang kelak aku sangat menyukainya dan tidak ada satu halaman pun darinya kecuali aku membaca (majalah As-Syari’ah. pen), ia juga  memintaku untuk mengcopy kajian-kajian Mp3 dari Flashdisk yang ia pinjamkan tapi sungguh majalah-majalah itu hanya kubaca sesekali itu pun sepertinya tidak ada yang nyangkut di otakku. Kajian di Mp3nya juga tidak ada yang kudengar kecuali sedikit. Itulah pertamakali aku mengenal yang namanya salafy tapi saat itu aku belum muddeng. Waktu terus berlalu dan akhirnya aku pun wisuda dan selamat tinggal kampusku.

September 2009. -belajar mandiri, dengan uang sendiri-
Setelah wisuda, Enam belas hari nganggur aku langsung bekerja, bekerja di lingkungan yang lagi-lagi kondusif, semua karyawan berada dalam satu firqoh, namun aku tidak betah, karena bagitu banyak waktuku yang terbuang dan ini benar-benar tidak maksimal, walaupun sebenarnya memang itu jobdesk ku, akhirnya  tiga bulan aku kerja di sana dengan istikhoroh kuputuskan untuk berhenti. Empat belas hari aku nganggur, aku kembali mendapatkan pekerjaan. Kali ini pekerjaannya sangat menyenangkan. Pokoknya aku benar-benar menyukai pekerjaanku saat itu walaupun dengan lingkungan yang heterogen. Bayangkan, aku seperti bekerja di lab Akuntansi kampusku, ilmu yang pernah ku dapatkan di bangku kuliah benar-benar kuterapkan. Pencatatan bukti transaksi, Buku Besar, Trial Balance, Laba Rugi, laporan Perubahan Modal, Neraca, Penjelasan Laporan Keuangan. semuanya kukerjakan dan dahsyatnya selalu balance tapi alhamdulillah pajaknya tidak. Nyaris tidak ada waktu yang terbuang, waktu sholat tidak dibatasi, dan terlebih lagi gajiku di sana dua kali lipat, karena manajer yang merekrutku mengamanahkan kepada ku untuk meng-hendel dua laporan keuangan, pertama perusahaan tempatku bekerja kedua yayasan yang ia miliki, benar-benar menyenangkan. Empat bulan bekerja aku sudah punya new skuter matick sendiri. Alhamdulillah

Maret  2010. –hijrahku untuk terakhir kalinya dan untuk selamanya, wal-aan ana Salafy-
Ya Alloh segala puji bagi-Mu atas nama-nama dan sifat-Mu baik yang engkau ajarkan kepada kami maupun yang engkau simpan saat ini. Ya Alloh segala puji bagi-Mu atas nikmat syariat Islam yang engkau berikan pada kami. Ya Alloh segala puji bagi-Mu atas nikmat diutusnya nabi-Mu Muhammad ‘alaihi sholatu wa sallam yang engkau berikan pada kami. Ya Alloh segala puji bagi-Mu atas anugerah yang engkau berikan pada kami untuk mengikuti jalan para salafushalih. Ya Alloh segala puji bagi-Mu atas anugerah-Mu pada kami berupa ampunan untuk segala dosa, menunjukkan pada perbuatan baik, dan mengampuni segala kesalahan. Ya Alloh segala puji bagi-Mu atas nikmat-Mu yang Agung. Ya Alloh segala puji bagi-Mu dan engkaulah yang paling berhak untuk mendapatkan seluruh pujian.

Akhirnya aku mendapatkan hidayatuttaufiq itu. Suatu ketika aku mendengarkan sebuah kajian lewat radio yang menjelaskan mengenai taqdir Alloh terhadap semua mahluknya termasuk manusia baik yang kafir maupun yang muslim baik yang pelaku ibadah maupun pelaku maksiat dan beberapa penjelasan mengenai tauhid dan entah kenapa saat itu aku merasa sungguh begitu banyak yang aku tidak ketahui yang seharusnya aku dan semua orang di muka bumi ini harus tahu dan saat itu entah kenapa muncul sikap pengagungan terhadap Alloh dan Rasul-Nya dimana pengagungan tersebut muncul tidak sebagaimana biasanya.
Hingga suatu ketika seperti biasa ba’da maghrib aku tilawah sampai pada surat al-Ahzab ayat 33 ”Waqarna Fiy buyuutikunna walaa tabarrujna tabarrujal jaahiliyyah”, bacaan ku terhenti pada ayat tersebut dan entah kenapa aku ingin sekali mengetahui arti dari ayat tersebut, kucoba membaca artinya ”dan hendaklah kalian tetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dahulu.....” ..”apa maksudnya ini, perintah kepada para wanita untuk tetap dirumah??? Oooh hanya untuk istri-istri nabi toh. Kalau istri para nabi saja disuruh untuk tetap dirumah, maka aku dan seluruh mukminat saat ini harusnya lebih berkewajiban untuk melakukan hal itu, karena kadar keimanan antara aku dan seluruh mukminat saat ini dan mereka para istri-istri nabi kan sangat jauh berbeda, mereka jauh lebih baik” begitulah fikiran ku saat itu, tapi aku tidak mau terus menebak-nebak. Akhirnya kuputuskan untuk mencari tahu sendiri maksud dari ayat tersebut. Wah banyak sekali jawabannya. Ada yang menjelaskan dengan penjelasan yang menurutku begitu ekstrim dan ada yang biasa-biasa saja duh mana yang benar nih.

Sampai akhirnya aku mengetahui sebuah hadist yang shohih yang melarang seorang laki-laki memasuki tempat seorang wanita tanpa ada mahramnya di sana. Alamak.... inilah yang terjadi pada ku tiap hari di kantor, hampir setiap hari aku menghadap manejerku untuk menyerahkan atau menjelaskan beberapa laporan yang berhubungan dengan keuangan kantorku atau laporan bulanan. Sehubungan dengan hujjah-hujjah yang baru aku dapatkan tersebut, akhirnya aku memutuskan untuk bertanya kepada orang yang aku anggap paham dalam agama di Liqo’ ku (mengenai ikhtilath), tapi sungguh aku mendapatkan jawaban yang hanya berdasarkan akal dan logika semata dengan mengatakan jika hanya komunikasi biasa dan hanya berhubungan dengan pekerjaan ya tidak jadi masalah, dalam hatiku berkata, yaa Alloh jika aku tidak mendapatkan penjelasan yang sebenar-benarnya mengenai hal ini, maka aku akan termasuk kedalam golongan orang-orang yang zhalim dan merugi.

Aku putuskan untuk kembali membuka komunikasiku dengan teman salafi ku yang dulu rajin mengirimkan pesan pendek dan meminjamkan beberapa majalahnya. Aku minta jawaban tersebut agar dikirimkan via email saja sekalian aku minta profil dari Sayyid Quthub, karena suatu alasan aku ingin tahu mengenai salah satu tokoh pergerakan tersebut. Saat itu aku juga sering sekali bertanya pada temanku itu mengenai syirik karena aku juga baru tahu kalau permasalahan tauhid dan syirik, sunnah dan bid’ah bukanlah masalah spele dan tidak perlu diprioritaskan sebagaimana yang aku persepsikan selama ini. Alhamadulillah cari tahu perkara wanita di internet, masalah syirik dan tauhid sedikit-sedikt dapat dan masalah nasyid juga dapat. Hampir dua minggu aku mulai merasa nyaman dengan salafi, aku membeli sebuah kaset kajian dengan format Mp3 disebuah statiun radio di kotaku itu ”Aqidah Washitiyyah-Syaikh Islam ibnu Thaimiyah” dengan syarah ulama besar jaman ini Syaikh Shalih Al-Utsaimin Rahimahulloh yang kemudian dijelaskan oleh seorang ustad. Subhaanalloh luarbiasa, aku sedikit-sedikit tahu mengenai tauhid dan sunnah dan betapa berbahayanya syirik dan bid’ah dan itu baru sedikit sekali yang aku ketahui dan aku masih sangat bodoh serta sangat jahil, dan mulai saat itu Nasyid telah aku tinggalkan total. Segala puji hanay milik-Mu ya Alloh
Aku merasa inilah dakwah yang haq tidak ada yang samar-samar di dalamnya semua jelas, terang dan gamblang san semua dapat dijelaskan dengan dalil dan dalilnya tidak dapat terbantahkan lagi, mereka juga tidak asal bunyi dalam masalah ilmu karena mereka langsung mengambilnya dari sumbernya yaitu alquran dan sunnah dan mereka sangat paham dengan ilmu hadist, akupun mendapati bahwa ternyata merekalah yang benar-benar menjalankan dan menjunjung tinggi sunnah, mereka tidak mengenal musik, gambar-gambar atau foto mahluk bernyawa karena Rasululloh shallalloohu ’alayhi wasallam melarang semua itu dan justru itulah yang terjadi pada dakwahku selama ini (nasyid salah satu dari pembangkit ruhiyyah, foto atau gambar mahluk hidup merupakan bagian dari atribut kampanye), mereka benar-benar merujuk pada Rasululloh shallalloohu ’alayhi wasallam dan para sahabat dalam hubungan laki-laki dan perempuan, masalah pemerintahan dan sikap kita terhadap pemerintahan yang dzolim, demonstrasi, Israel-Palestina, Iraq-Amerika, boykot produk yahudi, teroris  semua dapat dijelaskan dengan dalil dan merekalah orang-orang yang paling paham dengan ilmu Sanad dalam hadist. Tidaklah mereka menyebut nama-nama Nabi kecuali mereka mengikutinya dengan Shallalloohu ’alayhi wasallam atau sejenisnya, nama-nama para sahabat kecuali diikuti dengan Radhiyalloohu anhu/ha/hum, nama-nama para ulama’ (bukan ulama’ suu’) kecuali diikuti dengan Rahimahullah, atau ulama’ yang masih hidup kecuali diikuti dengan Hafizhahulloh. Mungkin bagi sebagian orang ini adalah sepele tapi tidak bagiku justru inilah yang membuatku semakin tertarik. Dan mereka jugalah yang paling teguh terhadap sunnah serta berhati-hati dan peduli terhadap ilmu. Aku juga tidak menemukan adanya seseorang yang menjadi tokoh sentral di sini, apakah karena dia merupakan pendiri pergerakannya atau darinyalah cikal bakal berdirinya organisasi atau pergerakan tersebut seperti yang banyak terjadi saat ini dan ini bukanlah organisasi, kelompok atau apapun itu yang sejenisnya. Disini tokohnya hanya satu yaitu Rasululloh Shallallohu alayhi wasallam. Metode dalam menyampaikan materi, sungguh luarbiasa mereka bukanlah para orator ulung yang pandai beretorika, atau sekedar memanipulasi kata-kata yang kemudian secara tidak sadar para pendengarnya telah mengalami keracuan berfikir dalam memahami agamanya.
Bismillah awal bulan April akhirnya aku memutuskan untuk hijrah sungguh ini adalah hal yang sungguh benar-benar berat bagiku saat itu, tapi aku memohon kepada Alloh agar mengokohkan aku dalam dien ini dengan pemahaman yang benar dan menghilangkan segala syubhat-syubhat di hatiku. Mengingat kondisi keluarga (yang anti salaf) aku siap dengan segala konsekwensinya. Aku meminta temanku agar mengenalkan aku pada ummahat (jamak dari ummu.red) Assalafiyah karena sudah hampir dua minggu juga pertanyaanku tidak dijawab karena katanya laptopnya rusak dan aku juga merasa tidak nyaman jika selalu bertanya padanya karena ia ikhwan. Alhamdulillah, ia memintaku untuk taklim di sebuah ma’had di daerah Cendana jauh dari rumahku (Ma’had Anshorusunnah.pen) dan mengenalkan aku dengan seorang akhwat, usianya sama denganku. Akhirnya hari minggu aku ikut taklim di sana, aku kembali berkenalan dengan seorang ummahat istri dari seorang ustad di sana aku juga menceritakan latar belakang dakwahku, aku juga membeli beberapa kaset kajian dengan format Mp3 sehubungan dengan tauhid dan sebuah buku berjudul Nashihatiy Linnisa’ karangan Ummu Abdillah al-Wadi’iyyah (Putri dari Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahulloh, ulama’ ahli hadist di jamannya dari Yaman) Karena buku tersebut tengah dibahas di ma'had.

Temanku kemudian memberikanku kajian Mp3 lagi dan beberapa artikel mengenai apa itu Salafy dan apa itu Surury. Alhamdulillah saat itu aku benar-benar telah menjadi seorang salafi hijrahku yang terakhir dan untuk selamanya. Aku dan temanku akhirnya memutuskan untuk berhenti berkominikasi (khawatir terjadi fitnah) dan aku men-delete nomor nya dari daftar yang ada di phone book ku. Wal aan ana salafy.
Aku menjalani hari-hariku dengan melakukan aktivitas pekerjaan seperti biasa. Aku memcopy semua kajian salafy dengan format Mp3 di komputer kantorku agar aku dapat terus mendengar dan belajar melalui itu, aku mulai ikut taklim di ma’had tersebut tidak hanya Minggu, awalnya aku merasa kaku tapi alhamdulillah aku punya teman yang masih sebaya denganku, walaupun sebenarnya ia sudah menikah. Aku mendapatkan pinjaman buku darinya ”Majmu’atu Rosail Fi Al Hijabi Wa As-Sufur-permasalahan hijab dan cadar leh Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, Syaikh Muhammad Shalih Al-Ustaimin, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Doktor Muhammad Taqiyuddin Al-Husainy Al-Hilaly”-semoga Alloh merahmati mereka- menjelaskan mengenai pakaian syar’i seorang wanita muslim.

Juny 2010. -alhamdulillah syubhat itu hilang juga-
Sore itu, sepulang dari kantor aku memutuskan untuk silaturrohim kerumah Ummu Abdillah istri dari ustad yang ada di ma’had dimana sebelumnya aku telah memberitahukan kepada beliau bahwa aku hendak bersilaturrohim. Aku belum duduk dua buah cangkir berisikan teh hangat telah dihidangkan oleh putri tertuanya yang masih berumur sembilan tahun, aku sempat berbincang-bincang dengannya, ternyata ia sudah hafal 25 juz dari Alquran dan ia tidak mengenal musik dan nyanyian. Subahanalloh di jaman seperti ini ternyata ada anak yang sepertinya, bahkan mungkin lebih????, aku berharap kelak aku memiliki putra atau putri yang sepertinya atau lebih baik darinya.

Ummu Abdillah akhirnya keluar dan kami berbincang-bincang ringan. Akupun mulai mengungkapkan tujuan dari kedatanganku. Aku hendak bertanya akan kebenaran buku yang kubaca ”Majmu’atu Rosail Fi Al Hijaabi wa As-Sufur-permsalahan Hijab dan Cadar oleh Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Doktor Muhammad Taqiyuddin Al Husainy Al Hilaly” menjelaskan mengenai pakaian syar’i seorang mukminat, serta maksud dari ayat 33 dari quran surat Al-Ahzab. Beliau akhirnya memberikan penjelasan dimana isi dari penjelasannya tidak berbeda dengan apa yang ada di buku tersebut dan bahwa ketika kita hendak melakukan suatu ibadah hendaknya sesuai dengan apa yang disyariatkan oleh rasululloh dan yang telah dicontohkan oleh para shahabiyyah, memang pakaian seperti apa yang aku gunakan lebih baik dari mereka yang bertelanjang (tidak menggunakan himar.pen) tapi bukan itu yang diinginkan dien ini, yang jelas kita menggunakan pakaian itu bukan maksud untuk berhias.

Beliau juga menjelaskan mengenai maksud dari ayat 33 surat Al-Ahzab. Dalam menafsirkan al-quran kita tidak diperbolehkan menggunakan akal kita sendiri tanpa dibekali pemahaman yang benar di dalamnya yang sesuai dengan para pendahulu agama ini (salafussholih). Karena penafsiran alquran dapat diambil pertama dari alquran itu sendiri apakah satu ayat didukung dengan penjelasan ayat yang lain yang senada dengannya, setelah itu kita dapat melihat penjelasan dari Rasululloh shallallohu ‘alayhi wasallam, karena salah satu tugas dari Rasululloh Shallallohu ‘alayhi wasallam adalah untuk memberikan penjelasan mengenai Alquran “Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS An Nahl : 64), selanjutnya kita merujuk pada penafsiran para sahabat karena merekalah orang-orang terdekat yang ada bersama rasululloh, mereka berjuang bersama-sama rasululloh, mendapat ilmu darinya dan wahyu turun di tengah-tengah mereka, dan sahabat yang masyhur dalam hal penafsiran al-quran adalah sahabat Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud radhiyalloohu ‘anhum karena rasululloh sendiri yang telah menjamin mereka berdua dalam sebuah hadist shohih disebutkan “Ya Allah, jadikanlah dia (Ibnu Abbas) faham terhadap agama ini dan ajarkanlah dia ta’wil (penafsiran Al Qur’an).” (HR. Bukhari 4/10 dan Muslim 2477 dan Ahmad 1/266, 314, 328, 335) beliau sudah dikenal sebagai sahabat yang kaya akan ilmu. Begitu juga dengan Ibnu Mas’ud Radhiyalloohu ‘anhu beliau shallalloohu ‘alayhi wasallam juga pernah mendoakannya dan hal itu benar-benar telah terbukti dan beliau dikenal dikalangan para sahabat sebagai orang yang faqih dan faham terhadap alquran. 

Selanjutnya kita bisa melihat dari orang setelah mereka Ikrimah dan Mujahid rahimahumulloh dan beberapa yang lainnya yang merupakan murid senior dari Ibnu Abbas kamudian ulama-ulama salaf yang menulis tafsir alquran mengambil dan menukil dari beliau-beliau ini. Begitu de’ jadi kita tidak boleh menafsirkan alquran dengan akal sendiri tanpa didasari dengan ilmu yang benar, karena jika apa yang kita tafsirkan itu ternyata benar tetap saja kita salah karena penafsiran tersebut dibangun di atas ketidak pahaman terhadap ilmu, dan jika melakukan penafsiran yang dibangun di atas ijtihad maka walaupun ia salah ia tetap mendapatkan pahala. Dan rasululloh sendiri yang telah menjamin para sahabat, tabi’iyn dan tabiu’ttaabi’iyn. Seperti tersebut dalam hadits mutawaatir yang terdapat dalam shahihain (Bukhari-Muslim) dan lain-lain bahwa Rasulullah shallalloohu ’alayhi wasallam bersabda:"Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para Shahabatku), kemudian yang sesudahnya (Tabi'in), kemudian yang sesudahnya (Tabi'ut Tabi'in)".  Aku hanya manggut-manggut mendengarkan penjelasan beliau.
Selanjutnya beliau kembali menjelaskan maksud dari ayat tersebut yang ternyata benar-benar bertolak belakang dengan aktivitas ku sehari-hari di kantor, Aku hanya bisa menangis saat itu, air mataku terus mengalir semakin deras sampai-sampai wajahku terasa perih karena sedari tadi aku mengelapnya dengan jaket yang kugunakan yang berbahan tebal. Penjelasannya selesai, aku terdiam sejenak dan kembali bertanya, aku sadar pertanyaanku ini akan memperoleh jawaban dengan konsekwensi yang sungguh berat bagiku “jadi keluar rumah tanpa ada hajat yang syar’i dengan penampilan seperti ini dan ikhtilath berdosa umm” tanyaku “berdoasa de’ ” jawaban yang telak kali wa’......

Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghempaskannya tak tentu arah, dalam hati aku berkata yaa Alloh jadi apa yang harus kulakukan saat ini, aku membayangkan wajah kedua orang tuaku. Aku memandang Ummu Abdillah dalam-dalam, akhirnya beliau berpesan, lakukan dengan perlahan dan penuh hikmah, tunjukkan akhlak yang mulia pada keduanya dan tetaplah berbuat baik pada keduanya, bersabar dan berdoalah de’ dan berharaplah pahala pada Alloh. Baarokallohu Fiyk. Setelah Isya aku pulang dari rumah beliau.
Mengenai hijab syari, aku sudah tidak ragu lagi. Namun permasalahan wanita untuk tetap berada di rumahnya yang terus menganjal di hatiku, aku terus mencari-cari hingga akhirnya alhamdulillah keraguan tersebut hilang juga, berikut kira-kira hasil dari pencarianku dan juga penjelasan yang aku dapatkan dari Ummu Abdillah:

”Dan hendaklah kamu tetap dirumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dahulu..... (Qs. Al-ahzab [33]:33).
Imam al-Qurthubi Rahimahullah berkata: ”makna ayat ini adalah perintah untuk tetap tinggal dan tetap di dalam rumah. Walaupun seruan pembicaraan ini untuk para istri nabi, selain mereka tetap masuk dalam kandungan ayat ini secara makna (Tafsir al-Qurthubi: 14/179). Syaikh Abdurrahaman as-Sa’di Rahimahullah maksudnya yaitu menetaplah kamu di rumahmu karena hal itu lebih selamat dan lebih menjaga diri kalian, dan janganlah kalian wahai para wanita sering keluar rumah dengan berhias dan berdandan sebagaimana kebiasaan orang-orang jahiliyah dahulu yang tidak punya ilmu dan agama. Semua ini demi membendung kejelekan dan sebab-sebabnya (Tafsir al-Karim ar-Rahman karya Abdurrahman as-Sa’di hlm.780).
Al-hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah menerangkan dalam tafsirnya adalah tetaplah kalian berdian dalam rumah kalian, jangan keluar tanpa ada kebutuhan, walaupun pembicaraan dalam ayat di atas ditujukan kepada istri-istri Nabi Shallalloohu ’alayhi wasallam, namun juga mengena pada wanita mukminah lainnya dan ayat ini merupakan adab yang Alloh perintahkan kepada istri-istri nabi dan wanita-wanita umat ini mengikuti mereka dalam adab tersebut.

Al-Imam at-Tirmidzi rahimahullah dalam sunan-nya (no. 1173) berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ashim, ia berkata : telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Muwarriq, dari Abdul Ahwash, dari Abdullah ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu dari  Nabi shallallohu ’alayhi wasallam, beliau bersabda ”wanita itu aurat, maka bila ia keluar rumah, setan terus memandanginya (untuk menghias-hiasinya dalam pandangan lelaki sehingga terjadilah fitnah). ” (dishahihkan al-Imam al-Albani rahimahullah dalam shahih at-Tarmidzi, Almiskat no.3109 dan al-Irwa’ no.237. dishahihkan pula oleh al-imam Muqbil ibnu Hadi al-Wadi’i rahimahullah dalam Ash-shahihul Musnad, 2/36).

Dalam hadist yang lain riwayat Bukahri dan Muslim Rasulullah Shallalloohu ’alayhi wasallam mengatakan kepada para wali-wali wanita untuk tidak malarang hamba-hamba perempuan Alloh mendatangi masjid-masjid Alloh. Dan dalam riwayat Abu Daud (no. 480) ada tambahan akan tetapi rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka (dishahihkan dalam al-Misykat no. 162). Kalau saja Rasulullah Shallalloohu ’alayhi wasallam mengatakan bahwa rumah-rumah mereka (rumah perempuan. pen) lebih baik daripada masjid lalu bagaimana dengan  wanita-wanita yang saat ini yang keluar dengan leluasa, bekerja diberbagai pusat keramaian bercampur baur (ikhtilath), berbicara, sendagurau, syuro’  dan tidak mengenakan hijab yang syar’i.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menjelaskan dalam Majmu Fatawa Ibnu Baz juz 3 halaman 534 bahwa ayat tersebut bersifat umum yang tidak hanya diperuntukkan bagi istri-istri nabi tapi juga seluruh wanita muslim. Sebagaimana firman Alloh yang lainnya pada Qs. Al Ahzab ayat 59. Annur 30-31 dan Annur 60.

Dan aku dapatkan sebuah artikel dari asysyariah.com mengenai seorang yang bertanya tentang hukum ikhtilath dalam belajar (bagiku ini telah mewakili ikhtilath dalam dunia kerja). Berikut isi dari artikel tersebut

Hukum Ikhtilath Dalam Belajar
Penulis: Tim Sakinah
Sakinah, Muslimah Bertanya, 04 - Februari - 2005, 18:57:07

Di dalam syariat yang mulia ini, laki-laki dan perempuan yang bukan mahram diharamkan bercampur baur dalam satu tempat tanpa adanya hijab/ pemisah antara keduanya (ikhtilath). Sama saja apakah ikhtilath itu terjadi di pasar, kantor, tempat pesta ataupun di tempat pengajaran ilmu seperti sekolah, madrasah, dan semisalnya. Karena dalam agama ini disyariatkan hijab1 antara laki-laki dan perempuan dan diperintahkan kepada masing-masing untuk menundukkan pandangan mata dari melihat hal-hal yang dapat menjerumuskan ke dalam fitnah2 seperti lelaki memandang wanita yang bukan mahramnya. Sementara ikhtilath merupakan penghalang terbesar untuk melaksanakan ketentuan agama tersebut. Dengan seringnya bersama-sama di bangku sekolah, sering bertemu, saling melempar pandangan dan ucapan, terjadilah apa yang terjadi dari fitnah. Rasulullah shallalloohu ’alayhi wasallam telah menyatakan fitnah ini dalam sabdanya yang agung:

“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

“Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau. Dan sungguh Allah menjadikan kalian berketurunan di atasnya, lalu Dia akan melihat bagaimana kalian berbuat. Maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena awal fitnah yang menimpa Bani Israil dari wanitanya.” (HR. Muslim)
Demikian bahayanya akibat yang ditimbulkan ikhtilath ini berupa kerusakan moral dan akhlak, sepantasnya kita tidak meremehkan dengan alasan darurat dan semisalnya. Tapi sikap yang semestinya kita ambil adalah berhati-hati dan menjaga diri dari ikhtilath ini.
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah ketika memberikan fatwa dalam permasalahan di atas beliau menyatakan: “Duduknya siswa dan siswi secara bersama-sama di bangku sekolah (termasuk disunia kerja) merupakan sebab terbesar terjadinya fitnah dan sebab ditinggalkannya hijab yang Alloh syariatkan kepada kaum mukminat. Serta merupakan sebab dilanggarnya larangan-Nya kepada kaum mukminat untuk menampakkan perhiasan mereka di hadapan selain pihak-pihak yang disebutkan dalam surat An-Nur.”
Beliau rahimahullah juga menyatakan: “Para wanita (shahabiyyah) di masa Nabi shallalloohu ’alayhi wasallam tidak pernah ikhtilath dengan lelaki (para shahabat) baik di masjid ataupun di pasar, sebagaimana ikhtilath yang diperingatkan oleh orang-orang yang ingin mengadakan perbaikan di hari ini dan Al-Qur’an, As-Sunnah serta ulama umat ini telah memberikan bimbingan untuk menjauhinya karena khawatir dari fitnahnya.
Dulunya para wanita biasa ikut shalat di masjid Nabi shallalloohu ’alayhi wasallam namun mereka berada di belakang laki-laki pada shaf-shaf yang terakhir yang dinyatakan Nabi shallalloohu ’alayhi wasallam: “Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang paling awal dan sejelek-jeleknya adalah yang paling akhir. Sementara shaf wanita yang terbaik adalah yang paling akhir dan shaf yang paling jelek adalah yang paling depan.” (HR. Muslim)
Beliau shallalloohu ’alayhi wasallam menyatakan demikian karena khawatir laki-laki yang ada di shaf paling belakang terfitnah dengan wanita yang berada di shaf terdepan mereka.
Kaum lelaki (para shahabat) di masa Nabi shallalloohu ’alayhi wasallam diperintah untuk tidak bersegera bangkit dari tempat shalatnya sampai para wanita berlalu dan keluar dari masjid, hal ini dilakukan agar lelaki tidak bercampur dengan para wanita di pintu-pintu masjid, padahal kita tahu keberadaan keimanan dan ketakwaan para shahabat dan shahabiyyah, maka bagaimana dengan keadaan orang-orang setelah mereka.
Kaum wanita dilarang oleh Rasulullah untuk berjalan di tengah jalan bahkan mereka diperintah untuk selalu berjalan di pinggir jalan karena dikhawatirkan akan bersenggolan dengan lelaki dan timbul fitnah dengan saling bersentuhannya sebagian mereka terhadap sebagian yang lain ketika berjalan di jalanan.
Terhadap ucapan orang yang mengatakan: “Kenyataan yang ada kaum muslimin sejak masa Rasulullah shallalloohu ’alayhi wasallam mereka menunaikan shalat di satu masjid, laki-laki dan wanita, karena itulah pengajaran ilmu harus pula dilakukan di satu tempat.”
Maka dijawab bahwa hal itu benar adanya akan tetapi kaum wanita berada di belakang dengan berhijab, menjaga diri dari sebab-sebab yang dapat mengantarkan kepada fitnah sementara laki-laki berada di bagian depan. Kaum wanita ini mendengarkan nasehat, khuthbah dan ikut shalat berjamaah serta mempelajari hukum-hukum agama dari apa yang mereka dengar dan saksikan.
Adalah Nabi shallalloohu ’alayhi wasallam pada hari Id mendatangi tempat mereka untuk memberikan nasehat dan peringatan setelah beliau menasehati kaum lelaki, dikarenakan tempat mereka jauh dari tempat laki-laki sehingga mereka tidak dapat mendengar nasehat Rasulullah shallalloohu ’alayhi wasallam.
Lalu bagaimana bisa disamakan pengajaran di masa kita ini dengan shalatnya laki-laki dan wanita dalam satu masjid di masa Nabi shallalloohu ’alayhi wasallam?
Karena itulah orang-orang yang mengadakan perbaikan menyerukan agar kaum wanita dipisah dengan kaum lelaki dalam pendidikan/sekolah-sekolah, laki-laki di satu tempat, wanita di tempat lain. Sehingga memungkinkan bagi kaum wanita ini untuk mempelajari ilmu dari pengajar/ guru wanita dengan nyaman tanpa mereka harus berhijab dan tanpa kesulitan, karena waktu ta‘lim itu panjang berbeda dengan waktu mengerjakan shalat. Dan juga wanita belajar ilmu dari pengajar wanita di tempat yang khusus lebih menjaga bagi semua pihak dan lebih menjauhkan dari sebab-sebab yang mengantarkan kepada fitnah dan lebih menyelamatkan bagi para pemuda dari fitnah.
(Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah no. 15, hal. 6-11, sebagaimana dinukil dalam kitab Hukmul Ikhtilath fit Ta‘lim)
Dari penjelasan ini dapat kita simpulkan bahwa ikhtilath merupakan perkara yang dilarang dalam agama ini sehingga seorang lelaki tidak boleh berikhtilath dengan seorang wanita dan namanya ikhtilath tetap dilarang meskipun untuk kepentingan belajar.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Kalaupun sampai hari ini kita masih terjaga dari perkara-perkara “keji” yang merupakan dampak terburuknya, semua itu karena rahmat yang Alloh berikan yang sepatutnya harus kita syukuri. Karena sampai hari ini begitu banyaknya dampak buruk dan menghinakan dari fitnah tersebut. Kalau saja Rasululloh Shallalloohu ’alayhi wasallam begitu menghawatirkan perkara ini, lantas kenapa kita acuh terhadapnya dan lebih mengedepankan berbagai spekulasi dan akal kita yaa ukhty.... Semoga Alloh senantiasa menjaga dan mengkohkan kita terhadap pemahaman yang haq.

“Dan apa yang dibawa oleh Rasul itu kepada kalian, maka ambillah dia, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7)

“Maka tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan perempuan mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu keputusan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (Al-Ahzab: 36).
  
July 2010 – alhamdulillah dengan dengan rahmat-Nya aku berhenti dari pekerjaanku-
Sejak kepulanganku dari rumah Ummu Abdillah malam itu, aku tidak pernah tenang dengan hari-hari ku terutama saat di kantor. Saat itu aku benar-benar merasa menjadi orang yang paling lemah dan tidak dapat berbuat apa-apa. Yaaa apa yang dapat aku lakukan, sepertinya hampir-hampir tidak ada cara agar aku dapat berhenti dari pekerjaanku. Mengajukan alasan dusta ke
orang tua???  tidak mungkin, bikin masalah di kantor??? tidak, aku tidak mau berhenti dari pekerjaanku dengan meninggalkan sejarah yang buruk dan kecacatan, atau jika aku berhenti kerja setelah Ramadhan saja..... mungkin aku bisa memberikan alasan yang dapat diterima oleh Mami dan Abah, tapi ya Alloh alangko lamonyo jadi wong  fasiq. Aku tidak henti-hentinya berdoa agar Alloh mengampuni segala kelemahan dan keburukan diriku yang tidak dapat berbuat apa-apa setelah datang hujjah padaku.

Malam itu aku tidak bisa tidur, kulihat jam tanganku sudah jam 11.12 malam, kuputuskan untuk tahajjud lebih awal dari biasanya, saat itu aku benar-benar memohon kepada Rabb penguasa jagat raya ini, yang maha tinggi dan maha besar dengan membawa segala dosa, kehinaan, kelemahan, ketidak tahuan dan segala keburukan diri yang kumiliki, aku memohon agar Alloh mengampuni segala dosa-dosaku, ketidak mampuan dan kelemahan dan memasukkan aku kedalam golongan orang-orang yang diselamatkan, sebagaimana telah diselamatkannya Yusuf ’alayhissalaam ketika menghadapi godaan wanita cantik istri dari seorang penguasa mesir saat itu, mungkin aku terlalu berlebihan tapi hanya itu yang dapat kulakukan bukankah yang mengabulkan doa adalah zat yang maha pemurah dan dapat melakukan segala sesuatu. Pagi hari aku berangkat kerja ditemani dengan hujan yang begitu deras, aku kembali memanjatkan doa dan aku sangat berharap agar Alloh mengabulkan doaku saat itu.

Dua hari setelahnya, aku dipanggil oleh Direktur perusahaanku yang baru (dua bulan yang lalu terjadi pergantian direktur di perusahaan tempatku bekerja). Ia memberitahuku mengenai sistem kerjaku yang baru, selain menjadi Accounting di kantor itu, aku dimintanya untuk menjadi sekretarisnya dan mengurus segala keperluannya selama di kantor. Selain itu ia memintaku untuk merubah penampilanku, ia memintaku untuk menggunakan blezer, serta sedikit make up sebagaimana orang yang bekerja di Bank. Dalam hatiku alhamdulillah, dueh...makasih ya paaak, akhirnya jalan keluarnya ada juga. Tanpa pikir panjang sore hari aku langsung mengajukan surat pengunduran diri karena orang tuaku pun pasti tidak akan keberatan dengan alasan yang akan aku ajukan karena keduanya juga telah memahami kondisiku yang memang tidak mau  menggunakan pakaian yang kecil serta sedikit make up namun satu hal yang kurang nyaman untuk harus didengar ”gak papa nak, kan bisa cari kerja yang lain”.. Tiga hari diproses akhirnya aku keluar dari perusahaan tersebut.
Aku kabarkan  pada Ummu abdillah mengenai kemudahan yang Alloh berikan kepadaku hingga kemudian aku dapat berhenti dari pekerjaanku. Beliau hanya mengatakan ”semoga itu tanda kebaikan yang Alloh inginkan pada adek, dan barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Alloh niscaya ia akan mendapatkan gantinya yang jauh lebih baik, jika tidak di dunia, maka di akhirat itu sudah pasti. Yasaaralloohu umuuraki-semoga Alloh permudah urusanmu dek”

Agustus 2010 -alhamdulillah hijabnya sudah dipakai"
Alhamdulillah pakaian itu sudah kugunakan, aku beli 13 Ramahdaan yang lalu dengan sisa gajiku dengan Enambelas hari kerja. Aku sudah siap dengan segala resiko yang akan aku hadapi. Orang tuaku belum tahu hal itu, tapi keduanya telah mengetahui ke salaf-an ku, saat itu -saat aku masih bekerja- aku mendengarkan kajian Mp3 mengenai tauhid asma’ wasshifat melalui Hp, sampai pada pembahasan Alloh bersemayam di atas arsy dengan tidak sengaja mamiku mendengarnya, tiba-tiba mamiku menanyakan hal itu dan aku hanya menjawab sebatas yang aku tahu, khawatir aku salah sehingga aku berbicara tanpa ilmu. Saat itu mamiku marah dan mengatakan bahwa aku sudah tidak sepaham dengannya dan Abah ku (karena belakangan aku mengetahui bahwa ternyata abahku adalah pengikut tasawwuf-sufi). Mamiku mengancam akan memberitahukan hal tersebut pada Abahku, keeseokan malamnya aku benar-benar dipanggil oleh Abahku dan beliau bertanya  kebenaran yang disampaikan oleh mamiku, dan memperjelas apakah aku benar-benar telah menjadi seorang salaf. Aku jawab saja ”ya”. Mengetahui itu ayahku benar-benar marah, aku menangkap kemarahan itu dari mukanya yang berubah memerah dan suaranya yang membesar, meledak-ledak dan bergetar. Mulai malam itu aku dilarang untuk mengikuti taklim lagi, baik itu hari minggu maupun hari-hari yang lain, aku juga tidak diperbolehkan untuk mendengar kajian salaf melalui mp3 lagi, dan jika aku tetap melakukan semua itu, silahkan bereskan pakaian dan tinggalkan rumah.
***
Alhamdulillah, omset kue dan roti kami terus meningkat dan kami benar-benar sibuk dengan hal itu. Sampai-sampai mereka lupa dengan ku yang sudah hampir satu bulan tidak bekerja dan tidak berusaha cari kerja, tapi mamiku pernah bertanya soal ini kepada ku. Dengan nada bercanda aku katakan ”lebih baik aku dirumah saja mi, bantu dan perluas bisnis kita ini mi, jadi mami tidak terlalu lelah mengurusi semua ini”. Yaa sudah bisa ditebak apa jawaban beliau ”kalau hanya mau di rumah, buat kue dan roti gak perlu sekolah tinggi-tinggi, bikin roti gak perlu ilmu Akuntansi, ini semua karena pengaruh dari salafmu itu kan, mami tahu kamu masih sering mendengarkan kajian Mp3 dari Hp mu itu, memang semua wanita dan istri-istri orang salaf itu tidak ada yang bekerja diluar, dan itu yang akan terjadi pada dirimu” Lagi-lagi atmosfer rumah malam itu tidak menyenangkan, tapi alhamdulillah Abahku tidak tahu hal tersebut. Mami andai engkau tahu bagaimana kehawatiran Rasululloh terhadap wanita dan fitnah yang ditimbulkannya, engkau pasti tidak akan pernah berbuat begini.

September 2010 -ketahuan juga'-
Lebaran ke empat semua saudaraku serta keponakan-keponakan kecilku menginap di rumah kecuali Abangku yang pertama dan ketiga, ternyata hari itu akan menjadi hari yang selama beberapa pekan ini aku khawatirkan. Pagi itu sembilan puluh menit setelah sholat subuh abahku menghampiriku di kamar, tentu saja menanyakan prihal pekerjaanku. Karena ternyata beliau telah mendengar hal itu dari kakaku yang kedua yang ia pun mengetahui dari anaknya (keponakanku. pen). Beberapa menit kemudian kakaku yang kedua dan mami ku menyusul masuk kekamar. Komunikasi yang menguras emosi dan tenaga tak terhindarkan lagi, kaki, tanganku dingin dan memucat mataku sudah membengkak karena menangis, mami ku tak kalah. Abah, Mami dan kakak sudah tahu kalau aku sudah menggunakan hijab syar’i mereka memerintahkanku untuk meninggalakan salaf dan kembali kekondisiku semula. Baginya aku tidak normal dan kondisi ku di masa lalu sudah sangat baik.

Sebenarnya mamiku hanya mempersoalkan masalah pekerjaan dan cadar yang ku gunakan, tapi tidak dengan Abahku, baginya ini sudah permasalaahn Aqidah baginya aku adalah anak durhaka. Saat itu aku tidak dapat berbuat apa-apa aku hanya mengatakan bahwa sama sekali tidak ada keinginan untuk mendurhakai (kalaupun itu dianggap sebagai kedurhakaan oleh agama ini), dan aku akan patuh terhadap perintah keduanya apapun itu selagi perintah itu tidak bertentangan dengan apa yang diperintahkan oleh Alloh dan Rasul-Nya, karena tidak ada ketaatan pada mahluk jika hal itu merupakan maksiat pada sang khaliq. Jam 10.06 pembicaraan itu baru terhenti karena mamiku pingsan setelah aku mengatakan, kalau harus bekerja di luar dan bercampur dengan orang  yang bukan mahrom, menanggalkan hijab serta meninggalkan salaf, maka sekalipun dipukul aku tidak akan melakukan hal itu. Mendengar hal tersebut, mamiku langsung berbicara dengan suara yang meninggi sambil menghempaskan bantal yang dari tadi di pangkuannya, beliau memintaku untuk keluar dari rumah dan berkumpul dengan orang-orang yang katanya lebih aku prioritaskan dari pada keluarga sendiri, setelah itu tubuhnya langsung ambruk.
Semua saudara dan keponakan ku yang ada disitu dan aku langsung beteriak dan menghapiri tubuh mamiku. Tapi seketika kakak ku yang kedua mendorong tubuhku kuat-kuat dan melarang aku menyentuh tubuh mamiku. Aku menangis sejadi-jadinya dengan bantal yang kutupkan ke wajahku agar tidak terdengar, dan hanya berdoa yang dapat aku lakukan saat itu. Aku benar-benar kasihan melihat mamiku, tapi aku tidak bisa menuruti apa yang menjadi keinginannya kali ini. Sungguh aku sangat mencintai keduanya terlebih setelah aku mengenal salaf, aku semakin tahu bagaimana cara mencintai, berakhlak, bertingkahlaku, memuliakan dan melayani keduanya.

Sekitar jam 10.30 aku menelpon Ummu Abdillah menceritakan semua yang terjadi di rumahku pagi itu. Aku takut termasuk orang yang durhaka seperti yang dikatakan oleh kedua orang tua ku, namun beliau mengatakan Insya Alloh tidak, ketaatan itu hanya pada perkara yang ma’ruf  dimana hal itu tidak bertentangan dengan apa yang telah disyariatkan, beliau mengatakan bahwa banyak wanita-wanita yang memiliki nasib seperti ku bahkan ada yang sampai dipukul dan pada akhirnya ada yang orang tuanya berbalik menjadi baik namun ada juga yang semakin menjadi-jadi, beliau juga memintaku untuk tetap bersabar dan mengharap pahala dari Alloh. Hari itu majalah-majalahku dibakar (majalah As Syari’ah. pen), himarku juga dibakar oleh abahku -himar yang merupakan bagian dari hijabku-. Dan alhamdulillah walaupun sudah diusir aku masih tetap di rumah, karena setelah melihat aku memasukkan pakaian dan peralatan mandiku ke tas, mamiku melunak. Namun sejak saat itu untuk masalah pernikahan, abahku telah berlepas diri dengan memberikan tanda tangan atas perwalian jika aku hendak menikah. Karena aku tidak akan pernah mau menikah jika tidak dengan sesama salaf. Dan kedua orang tua ku tidak akan pernah mau dan rela punya menantu seorang salaf.


Oktober 2010
Alhamdulillah kondisi yang semula buruk dirumahku sudah mulai membaik, walaupun komunikasi dengan kedua orang tua ku belum terbuka terlebih Abahku, kalau dengan mami alhamdulillah sudah mulai membaik aku terus berusaha menyapa dan menyodorkan bantuan kepada mami ku bila beliau di dapur. Karena sudah lama aku tidak melayani beliau. Awalnya terasa singkuh, jika aku mengucapakan sesuatu atau sekedar bertanya (yang sebanarnya aku tahu jawabannya) mami ku tidak mau berbicara ataupun menjawab, komunikasi yang sulit. Saat itu kamar adalah tempat terfavorit buatku, aku hanya keluar jika sudah waktunya untuk membuat kue. Dan kalaupun keluar maka aku harus menyiapkan mental yang besar untuk mendengar segala sesuatu yang tidak menyenangkan.

Mami, andai engkau tahu indahnya berada di atas alhaq, betapa menakutkannya fitnah yang ada diluar sana, betapa besarnya karunia yang Alloh sediakan bagi hamba-hamba-Nya yang memilih untuk mentaati-Nya, pasti engkau yang akan terlebih dahulu memerintahkan ku untuk tetap berada dirumah (dan keluar jika ada hajat dan telah menggunakan hijab syar’i), membelikan aku hijab, memintaku untuk senantiasa mendatangi kajian-kajian atau bahkan mungkin pergi bersama-sama. Mami dan Abah, semoga kelak Alloh menunjuki jalan yang benar hingga kita dapat bersama-sama menjalankan apa-apa yang diperintahkan Alloh dan rasul-Nya dan menjauhi segala yang dilarangnya di atas bimbingan para salaful ummah.

”...Wahai hamba-Ku, kamu semua sesat kecuali orang yang telah Kami beri petunjuk, maka hendaklah kamu minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya...”( HR. Muslim no. 2577 dari Abu Dzar Al-Ghifari Radhiyallohu Anh dari Rasululloh shallallaahu ’alayhi wasallam dari Alloh Azza Wajalla –dalam hadist yang panjang-).

Aku hanyalah mahluk yang hina, lemah, tidak tahu apa-apa dan sangat jahil terhadap ilmu, yang jika tanpa hidayah dan rahmat dari Alloh zat yang maha rahman dan rahim, maka sungguh aku tersesat dalam kesesatan yang nyata. Saat ini aku hanya memohon kekuatan, kekohohan dalam agama, kesabaran, dan juga kesabaran untuk kedua orang tuaku yang mendapatiku tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya dan semoga kelak mereka dapat melihat hikmah dibalik semua ini.

Alangkah bahagianya hidup kalau dalam setiap waktunya selalu dalam kebaikan. Bukankah sabar itu merupakan kebaikan? Dan bukankah bersyukur itu merupakan kebaikan? Diantara sabar dan syukur ini orang-orang yang beriman berlabuh dengan bahtera imannya dalam mengarungi lautan hidup. Allah berfirman;
Jika kalian bersyukur (atas nikmat-nikmat-Ku ), niscaya Aku akan benar-benar menambahnya kepada kalian dan jika kalian mengkufurinya maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih”.
Rasulullah Shalallah ‘Alahi Wasallam bersabda:
Dan tidaklah seseorang di berikan satu pemberian lebih baik dan lebih luas dari pada kesabaran”. ( HR. Bukhari dan Muslim )
Kesabaran itu adalah Cahaya.

Umar bin Khatthab Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Kami menemukan kebahagian hidup bersama kesabaran”. ( HR. Bukhari)
Abdurrahman as-Sa’dy rahimahullah mengatakan: ”Rasulullah memberitakan bahwa seorang yang beriman kepada Allah berlipat-lipat ganjaran kebaikan dan buahnya dalam setiap keadaan yang dilaluinya baik itu senang atau duka. Dari itu kamu menemukan bila dua orang ditimpa oleh dua hal tersebut kamu akan mendapatkan perbedaan yang jauh pada dua orang tersebut, yang demikian itu disebabkan karena perbedaan tingkat keimanan yang ada pada mereka berdua”. Lihat Kitab Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah halaman 12.
Dalam meraih kebahagiaan dalam hidup manusia terbagi menjadi tiga golongan.
Pertama, orang yang mengetahui jalan tersebut dan dia berusaha untuk menempuhnya walaupun harus menghadapi resiko yang sangat dahsyat. Dia mengorbankan segala apa yang diminta oleh perjuangan tersebut walaupun harus mengorbankan nyawa. Dia mempertahankan diri dalam amukan badai kehidupan dan berusaha menggandeng tangan keluarganya untuk bersama-sama dalam menyelamatkan diri. Yang menjadi syi’arnya adalah firman Allah;
Hai orang-orang yang beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.

Karena perjuangan yang gigih tersebut, Allah mencatatnya termasuk kedalam barisan orang-orang yang tidak merugi dalam hidup dan selalu mendapat kemenangan di dunia dan di akhirat sebagaimana yang telah disebutkan dalam surat Al- ‘Ashr 1-3 dan surat Al-Mujadalah 22. Mereka itulah orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan merekalah pemilik kehidupan yang hakiki.

Kedua, orang yang mengetahui jalan kebahagian yang hakiki tersebut namun dikarenakan kelemahan iman yang ada pada dirinya menyebabkan dia menempuh jalan yang lain dengan cara menghinakan dirinya di hadapan hawa nafsu. Mendapatkan kegagalan demi kegagalan ketika bertarung melawannya. Mereka adalah orang-orang yang lebih memilih kebahagian yang semu daripada harus meraih kebahagian yang hakiki di dunia dan di Akhirat kelak. Menanggalkan baju ketakwaannya, mahkota keyakinannya dan menggugurkan ilmu yang ada pada dirinya. Mereka adalah barisan orang-orang yang lemah imannya.

Ketiga, orang yang sama sekali tidak mengetahui jalan kebahagiaan tersebut sehingga harus berjalan di atas duri-duri yang tajam dan menyangka kalau yang demikian itu merupakan kebahagian yang hakiki. Mereka siap melelang agamanya dengan kehidupan dunia yang fana’ dan siap terjun ke dalam kubangan api yang sangat dahsyat. Orang yang seperti inilah yang dimaksud oleh Allah dalm surat Al-‘Ashr ayat 2 yaitu “Orang-orang yang pasti merugi” dan yang disebutkan oleh Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 19 yaitu “ Partainya syaithon yang pasti akan merugi dan gagal”. Dan mereka itulah yang dimaksud oleh Rasulullah dalam sabda beliau:
Di pagi hari seseorang menjadi mukmin dan di sore harinya menjadi kafir dan di sore harinya mukmin maka di pagi harinya dia kafir dan dia melelang agamanya dengan harga dunia.
Dikutip dari http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=1-oleh Ustad Abdurrahman Lombok

Ya Alloh segala puji bagi-Mu atas nama-nama dan sifat-Mu baik yang engkau ajarkan kepada kami maupun yang engkau simpan saat ini. Ya Alloh segala puji bagi-Mu atas nikmat syariat Islam yang engkau berikan pada kami. Ya Alloh segala puji bagi-Mu atas nikmat diutusnya nabi-Mu Muhammad ‘alaihi sholatu wa sallam yang engkau berikan pada kami. Ya Alloh segala puji bagi-Mu atas anugerah yang engkau berikan pada kami untuk mengikuti jalan para salafushalih. Ya Alloh segala puji bagi-Mu atas anugerah-Mu pada kami berupa ampunan untuk segala dosa, menunjukkan pada perbuatan baik, dan mengampuni segala kesalahan. Ya Alloh segala puji bagi-Mu atas nikmat-Mu yang Agung. Ya Alloh segala puji bagi-Mu dan engkaulah yang paling berhak untuk mendapatkan seluruh pujian.

Alhamdulillah, suatu sore dipertengahan Oktober, sebuah pesan pendek datang dari adik laki-laki ku, dia menanyakan alamat situs salafi. Langsung saja aku kasih tahu dia. Tidak lama smsnya datang lagi, ia mengatakan bahwa mulai hari itu ia telah menjadi seorang salafi. Subhaanalloh.......... Rabbi auzi’ny an asykura ni’matakallaty an ’amta ’alayya wa’alaa waalidayya, wa an a’mala shaalihan tardhoohu wa’ashlihly fii zurriyyaty inny tubtu ilayka wainny minal muslimyn. Tubuh dan hatiku bergetar, seketika air mataku bercucuran, segalapuji bagi Mu yaa Rabb untuk-Mu lah segala puji-pujian dan rasa syukur. Aku langsung mengirimkan pesan balik, berisikan alamat ta’lim yang mudah dijangkau di sana dan dekat dengan kampusnya, dan sedikit kata-kata penyemangat untuknya.

Adikku yang saat ini tengah berusaha untuk mandiri
Bersemangat dan bersabarlah dalam menempuh sebab-sebab yang menjadikan alloh memilih kita untuk menjadi baik
Karena barang siapa yang alloh hendaki kebaikan baginya, maka alloh akan pahamkan baginya agama.
Engkau yang selama ini memang tidak pernah belajar agama
Atau setidaknya bersentuhan dan terbiasa dengan istilah-istilah agama mungkin akan merasa asing dengan apa yang telah engkau pilih itu.
Tapi ketahuilah bahwa itulah sunnatulloh dalam menempuh jalan kebaikan yang berujung surga dimana dunia dan seisi-isinya tidak apa-apanya jika kita tetap istiqomah.
Adikku, bersabarlah dalam menempuh jalan yang orang-orang shalih sebelum kamu telah menempuhnya.
Dan sejarah telah mencatat mereka dengan tulisan bertinta emas karena keteguahan dan kesabaran mereka.
Adikku bersabarlah, semoga alloh menjaga dan meneguhkanmu

Dulu ketika ia baru lulus SMA, aku berpesan padanya “dek kelak jika sudah memasuki dunia kampus, maka ikutlah organisasi kemahasiswaan terutama LDK terlebih lagi di UGM itu lingkungannya sudah sangat kondusif dan banyak ikhwah yang sudah tertarbiyah”, tapi sekarang tidak ketika hidayah itu sudah datang. Dua minggu sebelum berita salafnya, dia juga mendapatkan beasiswa empat tahun full, spp, SKS, segala kebutuhan perkuliahan maupun uang jajan.

Alhamdulillah ini adalah kali terakhir aku menulis di blog ini, sekalian ingin bersih-bersih artikel-artikel masa lalu ku yang tak jelas. Untuk seluruh rekan-rekanku (akhowat) yang ada di KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Batam aku hanya dapat berdoa untuk kalian agar Alloh menunjuki jalan yang haq pada kalian. Sungguh aku tidak berlari ataupun kecewa tapi aku melakukan ini bukan tidak melalui perjalanan panjang hingga aku mengetahui bahwa ini lah jalan yang sebenar-benarnya, jalannya Rasulullah Shallalloohu ‘alayhi wa’alaa alihi wasallam, para sahabat beliau Ridhwanallohum ajmai’n dan jalan para ulama’ yang sudah dikenal keilmuan dan keteguhannya dalam alquran dan assunnah.

Walloohu ta’aalaa a’lam.



Mengapa kita harus menamai diri kita Salafy Penulis : Syaikh Al Albani rahimahullah



Mengapa kita memakai nama Salafy ? apakah penamaan itu bukan termasuk ajakan kepada hizbiyah atau thaifiyah (seruan untuk berfanatik kepada kelompok tertentu) ataukah merupakan kelompok baru dalam Islam? Sesungguhnya istilah Salaf sudah dikenal dalam bahasa Arab maupun dalam syariat Islam. Namun yang kita utamakan disini adalah pembahasan nama tersebut dari segi syariat.

Dalam hadits yang shahih disebutkan bahwa ketika Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam ditimpa penyakit yang menyebabkan kematiannya, beliau berkata kepada Fathimah Radhiallahu anha: "Bertakwalah kepada Allah (wahai Fathimah) dan bersabarlah. Dan aku adalah sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu."

Dan para ulama pun sangat sering menggunakan istilah salaf sehingga terlalu banyak untuk dihitung. Dan cukuplah salah satu contoh yang biasa mereka gunakan sebagai hujjah untuk memerangi bid'ah: "Segala kebaikan adalah dengan mengikuti jejak Salaf. Dan segala kejelekan ada pada bid'ahnya kaum khalaf. Tetapi ada sebagian orang yang mengaku ulama (ahlul ilmi) menolak penisbatan (penyandaran) diri kepada Salafi ini. Mereka menganggap penisbatan ini tidak ada asalnya sama sekali! Menurut mereka, seorang muslim tidak boleh mengucapkan : "Saya pengikut para Salafus Shalih dalam segala apa yang ada pada mereka baik dalam beraqidah, ibadah maupun berakhlak."

Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran seperti ini, kalau memang demikian yang mereka maksudkan, menunjukkan adanya tindakan untuk melepaskan diri dari pemahaman Islam yang shahih (benar) sebagaimana yang dipahami dan dijalani oleh salafus shalih dan pemimpin mereka Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam.

Seperti tersebut dalam hadits mutawatir yang terdapat dalam shahihain (Bukhari-Muslim) dan lain-lain bahwa Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para Shahabatku), kemudian yang sesudahnya (Tabi'in), kemudian yang sesudahnya (Tabi'ut Tabi'in)".

Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh melepaskan diri dari penisbatan kepada Salafus Shalih. Sebab tidak mungkin para ulama akan menisbatkan istilah salaf kepada kekafiran maupun kefasikan. Sementara orang-orang yang menolak penamaan itu sendiri, apakah mereka tidak menisbatkan dirinya kepada salah satu madzhab yang ada? Baik madzhab yang berhubungan dengan aqidah maupun fiqih? Mereka ini kadang-kadang ada yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Asy'ariyah atau Maturudiyah.

Ada pula yang menisbatkan dirinya kepada para ahlul hadits seperti Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, atau Hambaliyah yang (kelima madzhab yang terakhir ini) masih termasuk dalam lingkup Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Padahal orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Asy'ariyah atau madzhab imam yang empat (al-Aimmah al-Arba'ah) tidak diragukan lagi bahwa mereka itu menisbatkan diri kepada person atau orang-orang yang tidak ma'shum (terpelihara dari kesalahan), meskipun diantara mereka terdapat ulama yang benar.

Alangkah lebih baik kalau sekiranya mereka mengingkari penisbatan kepada orang-orang yang tidak ma'shum tersebut. Adapun orang yang menisbatkan diri kepada salafus shalih, sesungguhnya dia telah menisbatkan dirinya kepada yang ma'shum (yakni Ijma' para shahabat secara umum). Nabi salallahu 'alaihi wa sallam telah menyebutkan ciri-ciri Al-Firqah An-Najiyah (golongan yang selamat), yaitu mereka yang senantiasa berpegang kepada sunnah Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah para Shahabatnya Ridhwanullah 'alaihim 'ajma'in.

Barangsiapa berpegang teguh kepada sunnah mereka, maka dia pasti akan mendapat petunjuk dari Rabbnya.
Penisbatan kepada salaf ini akan memuliakan orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada mereka dan akan menuntunnya dalam menempuh jalan Al-Firqah An-Najiyah.

Sedangkan orang yang menisbatkan dirinya kepada selain mereka, tidaklah demikian keadaannya. Karena dalam hal ini dia hanya mempunyai dua alternatif.
Pertama, boleh jadi dia menisbatkan diri kepada seseorang yang tidak ma'shum.

Kedua, dia menisbatkan dirinya kepada orang-orang yang mengikuti madzab tersebut yang tentu saja tidak ada kema'shuman sama sekali.

Sebaliknya para shahabat Nabi salallahu 'alaihi wa sallam secara keseluruhan merupakan orang-orang yang terpelihara dari kesalahan. Dan kita telah diperintahkan untuk berpegang teguh kepada sunnahnya salallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah para shahabatnya. Hendaklah kita senantiasa konsisten terhadap pemahaman Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan manhaj (metode pemahaman) para shahabat. Agar kita tetap berada di dalam"al-'ishmah" (terlindung dari kesesatan) dan tidak menyimpang dari manhaj mereka, dengan memakai pemahaman sendiri yang sama sekali tidak didukung oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Kemudian, mengapa tidak cukup bagi kita dengan hanya menisbatkan diri kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah saja, tanpa pemahaman Salafus Shalih? Maka dalam hal ini ada dua sebab :
Pertama, sebab yang berhubungan dengan nash-nash syar'iah.
Kedua, sebab yang berhubungan dengan kenyataan yang ada pada kelompok-kelompok Islam.

Penjelasan.
1. Yang berhubungan dengan sebab pertama:
Kita temukan dalam nash-nash syar'iah, perintah untuk mentaati segala sesuatu yang disandarkan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah sebagaimana firman Allah Ta'ala : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri (ulama dan umara) di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah hal itu kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (As-Sunnah), bila kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (An-Nisa:59)

Seandainya ada seorang Waliyul Amri (pemimpin kaum muslimin) yang telah dibaiat oleh kaum muslimin maka kita wajib taat kepadanya, sebagaimana kita wajib taat kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Meskipun dia dan para pengikutnya kadang-kadang berbuat salah. Kita wajib taat kepadanya untuk mencegah kerusakan yang ditimbulkan karena perselisihan tersebut, tetapi ketaatan itu harus dengan syarat yang sudah dikenal, yaitu:"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Allah." (HR Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, hadits no.197)

Dan Allah Azza wa Jalla juga berfirman : "Barang siapa menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti selain jalannya Sabilil Mukminin (para shahabat), maka kami biarkan dia tenggelam dalam kesesatan (berpalingnya dia dari kebenaran) dan kami masukkan ke neraka Jahannam. Dan itu merupakan seburuk-buruk tempat kembali."(An-Nisa':115)

Sungguh, Allah Azza wa Jalla adalah Dzat yang Maha Tinggi sehingga tidak mungkin Dia berkata tanpa faedah dan hikmah. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa penyebutan Sabilul Mukminin (jalannya orang-orang mukmin) dalam ayat ini mempunyai hikmah dan faedah yang sangat tinggi.

Penyebutan ini menunjukkan bahwa di sana ada suatu kewajiban yang sangat penting, yaitu : ittiba' kita terhadap Al-Qur'an dan As-Sunnah harus sesuai dengan manhaj yang dipahami dan dijalankan oleh generasi awal kaum muslimin, para shahabat ridhwanullah alaihim kemudian generasi berikutnya (para tabi'in), kemudian generasi berikutnya (tabi'ut tabi'in). Dan seruan inilah yang senantiasa dikumandangkan oleh Da'wah Salafiyah sekaligus menjadi rujukan utama mereka, baik dalam asas dakwah maupun dalam manhaj tarbiyah.

Sesungguhnya dakwah Salafiyah pada hakekatnya hendak menyatukan umat Islam, sedangkan dakwah-dakwah yang lain justru sebaliknya memecah-belah umat. Allah Ta'ala berfirman : "Dan hendaklah kamu bersama-sama orang yang benar."(At-Taubah:119)

Maka barang siapa yang ingin memisahkan Al-Kitab dan As-Sunnah di satu sisi dan para Salafus Shalih di sisi lain, dengan memahami dan mengamalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah tidak sesuai dengan pemahaman mereka, maka selamanya dia tidak akan menjadi orang yang shadiq (benar).

2. Yang berhubungan dengan sebab kedua.
Kelompok-kelompok dan partai yang ada pada zaman ini tidak mau beralih secara total kepada Sabilul Mukminin yang tersebut pada ayat di atas, yang hal ini diperkuat oleh beberapa hadits. Antara lain hadits "Iftiraqul Ummah" (perpecahan umat) menjadi 73 firqah (golongan), semuanya masuk neraka kecuali satu golongan yang ciri-ciri mereka telah disebutkan oleh Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam : "Golongan itu ialah yang mengikuti sunnahku dan sunnah para shahabatku hari ini."(lihat : Silsilah Al-Hadits Ash-Shohihah, Syaikh Al-Albani no 203 & 1192)

Hadits ini serupa dengan ayat di atas (QS. An-Nisa: 115), dimana keduanya menyebutkan Sabilul Mukminin. Kemudian dalam hadits lain dari Irbadh bin Sariyah, Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Wajib bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku"(lihat:Irwa'ul Ghalil,Al-Albani no 2455)

Berdasarkan keterangan di atas, maka di sana ada sunnah yang harus kita pegang teguh yaitu sunnah Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah khulafaur Rasyidin. Oleh karena itu, kita wajib kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah serta Sabilul Mukminin (jalannya para shahabat). Tidak boleh kita mengatakan: "Kami memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman sendiri, tanpa memandang sedikitpun pada pemahaman Salafus Sholih."

Pada zaman sekarang ini, kita harus melakukan bara' (pemisahan diri) yang betul-betul bisa membedakan diri kita dengan golongan sesat lainnya. Tidak cukup bagi kita hanya dengan mengucapkan:"saya muslim" atau "madzhabku Islam", sebab golongan-golongan yang sesatpun menyatakan demikian. Seperti kaum Syiah Rafidhah, Ibadhiyyah, Qadiyaniyyiah (Ahmadiyah) maupun golongan-golongan sesat lainnya. Sehingga apa bedanya kita dengan golongan sesat tersebut?

Bila kita mengatakan : "Saya seorang muslim yang mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah." Ucapan ini masih belum cukup karena kelompok-kelompok (sesat) seperti Asy'ariyah, Maturudiyah, dan kaum Hizbiyah, mereka juga mengaku mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Sehingga tidak diragukan lagi bahwa penamaan yang jelas dan gamblang serta dapat membedakan antara golongan yang selamat dengan golongan yang sesat ialah dengan mengatakan: "Saya seorang muslim yang mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan manhaj Salafus Shalih" atau lebih singkatnya: "Saya Salafi!"

Oleh sebab itu, sesungguhnya kebenaran yang tidak bisa disangsikan lagi ialah : tidak cukup kita hanya bersandar dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah tanpa tuntunan dari manhaj Salafus Shalih, baik dalam pemahaman dan pola pikir, dalam ilmu dan amal, maupun dalam dakwah dan jihad.

Kita semua mengetahui bahwa mereka semua (para Salafus Shalih ridhwanullah alaihim ajma'in) tidak fantaik terhadap satu madzhab atau kepada individu tertentu. Sehingga kita tidak pernah menemukan di antara mereka ada yang bersikap fanatik tergadap Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, ataupun Ali bin Abi Thalib radiyallahu anhum.

Bahkan sebaliknya seorang diantara mereka jika memungkinkan untuk bertanya kepada Abu Bakar atau Umar atau Abu Hurairah, maka mereka akan bertanya kepadanya (tanpa memilih-milih). Semua itu mereka lakukan karena mereka meyakini bahwa tidak boleh seseorang memurnikan ittiba'nya kecuali kepada seorang yaitu Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam. Sebab beliau salallahu 'alaihi wa sallam tidaklah berkata menurut hawa nafsunya, melainkan hanyalah berdasarkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.

Kalaupun kita bisa menerima bantahan orang-orang yang mengkritik pemahaman salafi, sehingga kita cukup hanya menamakan diri dengan istilah muslim saja, tanpa menisbatkan diri kepada Salafus Shalih meskipun penisbatan tersebut merupakan penisbatan yang mulia dan shahih. Lantas apakah dengan demikian orang-orang yang mengkiritik itu bersedia melepaskan diri dari penamaan terhadap kelompok-kelompok, madzhab-madzhab, thariqat-thariqat mereka meskipun penisbatan itu semua tidak syar'i dan tidak shahih?

"Cukuplah bagimu perbedaan diantara kita ini. Dan setiap bejana akan memancarkan air yang ada di dalamnya." Allahlah yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Dan Dialah tempat meminta pertolongan.

(Dikutip dari Majalah Salafy- Edisi Perdana/Syaban/1416/1995, Rubrik Mabhats, hal 8-10)